Obesitas adalah kondisi di mana seseorang memiliki berat badan yang berlebihan atau tidak seimbang dengan tinggi badan, sehingga mengakibatkan penumpukan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas tidak hanya dialami oleh orang dewasa, tetapi juga oleh remaja. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi obesitas pada remaja usia 13-15 tahun di Indonesia mencapai 10,8%. Angka ini menunjukkan bahwa obesitas remaja merupakan masalah kesehatan yang serius dan perlu mendapat perhatian.
Penyebab Obesitas Remaja
Penyebab obesitas pada remaja bersifat multifaktorial, yaitu melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas pada remaja adalah sebagai berikut:
- Asupan zat gizi makro berlebih. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Jika asupan zat gizi makro melebihi kebutuhan tubuh, maka akan terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak. Studi kasus-kontrol yang dilakukan oleh Kurdanti dkk. (2015) menemukan bahwa asupan energi, lemak, dan karbohidrat yang berlebihan merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja.
- Frekuensi konsumsi fast food yang sering. Fast food adalah makanan cepat saji yang biasanya mengandung kalori, lemak, garam, dan gula yang tinggi, tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Konsumsi fast food yang sering dapat meningkatkan asupan kalori dan lemak, serta menurunkan asupan serat. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan energi dan berat badan. Kurdanti dkk. (2015) juga menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi fast food yang sering merupakan faktor risiko obesitas pada remaja.
- Kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot-otot rangka dan menghasilkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat membantu membakar kalori, menjaga keseimbangan energi, dan mencegah penumpukan lemak. Namun, banyak remaja yang kurang aktif secara fisik karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan berbagai aktivitas sedentari, seperti menonton TV, bermain komputer, atau menggunakan gadget. Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas pada remaja .
- Faktor genetik. Faktor genetik juga berperan dalam menentukan berat badan seseorang. Beberapa gen dapat mempengaruhi metabolisme, nafsu makan, dan distribusi lemak tubuh. Jika salah satu atau kedua orang tua mengalami obesitas, maka anak mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami obesitas juga. Kurdanti dkk. (2015) menemukan bahwa riwayat obesitas pada orang tua merupakan faktor risiko obesitas pada remaja.
- Tidak sarapan. Sarapan adalah makanan pertama yang dikonsumsi setelah bangun tidur. Sarapan dapat memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk beraktivitas sepanjang hari. Sarapan juga dapat membantu mengatur nafsu makan dan menghindari konsumsi makanan berlebihan di siang atau malam hari. Namun, banyak remaja yang tidak sarapan karena berbagai alasan, seperti terburu-buru, tidak lapar, atau ingin menurunkan berat badan. Padahal, tidak sarapan justru dapat meningkatkan risiko obesitas pada remaja .
Dampak Obesitas Remaja
Obesitas pada remaja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa dampak obesitas remaja adalah sebagai berikut:
- Penyakit kronis. Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, sindrom metabolik, asma, dan kanker. Penyakit-penyakit ini biasanya muncul pada usia lanjut, tetapi dapat terjadi lebih dini pada remaja yang mengalami obesitas. Penyakit kronis dapat mengganggu kualitas hidup, kesehatan, dan produktivitas remaja di masa depan.
- Masalah pertumbuhan dan perkembangan. Obesitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan remaja, terutama yang berkaitan dengan sistem reproduksi. Obesitas dapat menyebabkan gangguan hormon, seperti hiperinsulinemia, hiperandrogenisme, dan hiperestrogenisme, yang dapat memicu pubertas dini, menstruasi tidak teratur, infertilitas, dan sindrom ovarium polikistik pada remaja perempuan, serta ginekomastia, hipogonadisme, dan disfungsi ereksi pada remaja laki-laki .
- Masalah psikososial. Obesitas dapat menimbulkan masalah psikososial pada remaja, seperti rendahnya harga diri, depresi, ansietas, gangguan makan, isolasi sosial, dan bullying. Masalah psikososial ini dapat memengaruhi kesejahteraan, kebahagiaan, dan prestasi remaja. Masalah psikososial ini juga dapat menjadi faktor pemicu atau memperburuk obesitas, sehingga terjadi siklus yang sulit diputus.
Pencegahan Obesitas Remaja
Obesitas remaja merupakan masalah kesehatan yang kompleks dan membutuhkan upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah obesitas remaja adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan asupan zat gizi mikro dan serat. Zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral, serta serat, dapat membantu meningkatkan kesehatan, fungsi, dan imunitas tubuh. Serat juga dapat membantu meningkatkan rasa kenyang, mengurangi asupan kalori, dan menurunkan berat badan. Asupan zat gizi mikro dan serat dapat ditingkatkan dengan mengonsumsi lebih banyak buah, sayur, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
- Mengurangi konsumsi fast food, makanan manis, dan minuman berkalori. Fast food, makanan manis, dan minuman berkalori, seperti soda, jus, dan teh manis, dapat meningkatkan asupan kalori, lemak, gula, dan garam, serta menurunkan asupan serat, vitamin, dan mineral . Konsumsi makanan dan minuman ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan energi dan berat badan. Konsumsi makanan dan minuman ini dapat dikurangi dengan menggantinya dengan makanan dan minuman yang lebih sehat, seperti air putih, susu rendah lemak, dan teh hijau.
- Menambah aktivitas fisik dan mengurangi aktivitas sedentari. Aktivitas fisik dapat membantu membakar kalori, menjaga keseimbangan energi, dan mencegah penumpukan lemak. Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kesehatan jantung, tulang, otot, dan mental. Aktivitas fisik yang disarankan untuk remaja adalah sedikitnya 60 menit per hari, dengan intensitas sedang hingga berat, dan meliputi aktivitas aerobik, kekuatan, dan fleksibilitas. Aktivitas sedentari, seperti menont