Firaun adalah gelar kehormatan yang digunakan sebagai sinonim raja di Kerajaan Mesir Kuno. Firaun memiliki kekuasaan absolut dan dianggap sebagai dewa di bumi oleh rakyatnya. Firaun juga dikenal sebagai musuh utama Nabi Musa ‘alaihi salam, yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah tauhid kepada Bani Israil dan mengajak Firaun dan pengikutnya untuk beriman.
Namun, siapakah Firaun yang hidup dan berkuasa pada zaman Nabi Musa? Bagaimana kisahnya dalam sejarah dan Al-Quran? Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah tersebut? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada sumber-sumber yang terpercaya.
Identitas Firaun Zaman Nabi Musa
Menurut catatan sejarah, Kerajaan Mesir Kuno diperintah oleh puluhan dinasti yang terdiri dari sejumlah Firaun. Satu dinasti biasanya berlangsung selama beberapa generasi, dan setiap Firaun memiliki nama dan gelar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mudah untuk menentukan identitas Firaun yang hidup pada zaman Nabi Musa dengan pasti.
Namun, para peneliti sejauh ini telah mengerucutkan kesimpulan pada dua nama, yaitu Firaun Ramses II dan anaknya, Firaun Merneptah. Ramses II merupakan Firaun ketiga dari Dinasti ke-19, yang memerintah Mesir dari tahun 1279-1213 SM. Ramses II memulai pemerintahannya pada usia 25 tahun dan memerintah selama 66 tahun, menjadikannya sebagai raja Mesir terlama yang pernah memerintah.
Ramses II dikenal sebagai Firaun yang sangat ambisius dan agresif. Ia membangun banyak monumen, kuil, dan patung yang memperlihatkan kebesaran dan kemegahannya. Ia juga memimpin banyak perang dan ekspedisi militer untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Salah satu perang terkenal yang ia pimpin adalah Pertempuran Kadesh melawan Kerajaan Hittite pada tahun 1274 SM.
Merneptah merupakan Firaun keempat dari Dinasti ke-19, yang memerintah Mesir dari tahun 1212-1202 SM. Merneptah adalah anak ke-13 dari Ramses II, yang naik tahta setelah kematian ayahnya. Merneptah juga dikenal sebagai Firaun yang berperang melawan Bani Israil, yang disebutkan dalam Prasasti Merneptah, sebuah batu bertuliskan hieroglif yang ditemukan di Thebes pada tahun 1896.
Prasasti Merneptah berisi tentang kemenangan Merneptah atas berbagai bangsa, termasuk Bani Israil, yang disebut sebagai "Israel". Prasasti ini merupakan sumber tertulis tertua yang menyebutkan nama Israel. Dalam prasasti tersebut, tertulis: "Israel telah hancur, tanahnya menjadi sunyi".
Kisah Firaun Zaman Nabi Musa dalam Al-Quran
Al-Quran menyebutkan nama Firaun sebanyak 74 kali dalam 27 surah. Al-Quran juga mengisahkan kisah Firaun dan Nabi Musa secara rinci dan mendetail. Kisah ini dimulai sebelum Nabi Musa lahir, ketika Firaun bermimpi melihat api yang membakar istananya dan menghanguskan semua orang Mesir, kecuali Bani Israil. Firaun kemudian memerintahkan untuk membunuh semua anak laki-laki Bani Israil, dan membiarkan hidup anak perempuan mereka.
Allah SWT kemudian mengilhamkan kepada ibu Nabi Musa untuk menghanyutkan bayinya ke sungai Nil, dengan janji bahwa Allah akan mengembalikannya dan menjadikannya seorang rasul. Bayi Nabi Musa kemudian ditemukan oleh istri Firaun, yang mengasihinya dan membujuk Firaun untuk memeliharanya sebagai anak angkat. Allah SWT juga menjadikan Nabi Musa menolak menyusu dari selain ibunya, sehingga ibunya dapat menyusuinya kembali.
Nabi Musa tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan cerdas. Suatu hari, ia melihat seorang laki-laki dari Bani Israil yang sedang bertengkar dengan seorang laki-laki dari bangsa Mesir. Nabi Musa membela laki-laki dari Bani Israil dan mendorong laki-laki dari bangsa Mesir, sehingga ia terbunuh. Nabi Musa menyesali perbuatannya dan meminta ampun kepada Allah SWT. Keesokan harinya, ia melihat laki-laki dari Bani Israil yang sama sedang bertengkar lagi dengan seorang laki-laki lain. Nabi Musa hendak menegurnya, tetapi laki-laki itu menuduh Nabi Musa ingin membunuhnya seperti kemarin. Lalu, datanglah seorang laki-laki yang memberi tahu Nabi Musa bahwa Firaun dan pembesarnya sedang merencanakan untuk membunuhnya. Nabi Musa pun keluar dari Mesir dengan takut dan berhati-hati.
Nabi Musa menuju ke arah Madyan, sebuah kota di Semenanjung Sinai. Di sana, ia melihat dua orang perempuan yang sedang menunggu untuk memberi minum ternak mereka, sementara banyak laki-laki yang sedang berebut di dekat sumur. Nabi Musa membantu perempuan-perempuan itu dan memberi minum ternak mereka. Kemudian, ia berlindung di bawah pohon dan berdoa kepada Allah SWT untuk memberinya rezeki. Salah satu perempuan itu kemudian kembali dan mengajak Nabi Musa untuk menemui ayahnya, yang ingin memberinya upah atas bantuannya. Ayah perempuan itu ternyata adalah seorang nabi bernama Syu’aib ‘alaihi salam, yang menawari Nabi Musa untuk menikahi salah satu putrinya, dengan syarat ia bekerja untuknya selama delapan atau sepuluh tahun. Nabi Musa menerima tawaran itu dan menetap di Madyan.
Setelah masa kontraknya selesai, Nabi Musa berangkat dari Madyan bersama keluarganya. Di tengah perjalanan, ia melihat api di sisi gunung Thur. Ia berkata kepada keluarganya untuk menunggu, sementara ia mendekati api untuk mendapatkan petunjuk atau api untuk menghangatkan mereka. Ketika ia sampai di api, ia mendengar suara Allah SWT yang memanggilnya dari semak yang terbakar. Allah SWT menyuruh Nabi Musa untuk melempar tongkatnya, yang kemudian berubah menjadi ular. Allah SWT juga menyuruh Nabi Musa untuk memasukkan tangannya ke bawah ketiaknya, yang kemudian keluar putih bersih tanpa cacat. Allah SWT menjadikan kedua hal itu sebagai mukjizat bagi Nabi Musa, dan menyuruhnya untuk kembali ke Mesir dan menghadapi Firaun, yang telah melampaui batas.
Nabi Musa merasa takut dan meminta Allah SWT untuk menjadikan saudaranya, Harun ‘alaihi salam, sebagai pembantunya dan penolongnya. Allah SWT mengabulkan permintaannya dan memberinya kekuatan dan keberanian. Nabi Musa dan Harun kemudian pergi ke Mesir dan menemui Firaun. Mereka menyampaikan risalah Allah SWT dan mengajak Firaun dan pengikutnya untuk beriman. Namun, Firaun dan pengikutnya menolak dan menganggap Nabi Musa sebagai seorang penyihir dan pendusta. Firaun juga menantang Nabi Musa untuk beradu sihir dengan para ahli sihirnya.
Nabi Musa menerima tantangan Firaun dan menentukan hari yang disebut Hari Perayaan. Pada hari itu, Nabi Musa dan para ahli sihir Firaun berkumpul di