Dam adalah salah satu istilah yang sering terdengar dalam konteks ibadah haji. Namun, apa sebenarnya makna dan hukum dari dam? Bagaimana pula cara melaksanakannya? Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada sumber-sumber yang relevan.
Pengertian Dam
Secara bahasa, dam berarti darah. Secara istilah, dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan ternak tertentu (unta, sapi, atau kambing) untuk memenuhi ketentuan manasik haji . Demikian pula istilah dam juga mencakup memberi makan orang-orang miskin dan puasa sebagai ganti dari hewan hadyu.
Dam merupakan denda yang wajib dibayar oleh jamaah haji karena melanggar larangan haji atau meninggalkan kewajiban haji. Larangan haji meliputi hal-hal seperti memakai pakaian berjahit, memakai wewangian, mencukur rambut, memotong kuku, bercampur dengan istri, membunuh binatang darat, dan lain-lain. Kewajiban haji meliputi hal-hal seperti melaksanakan niat ihram, melakukan thawaf, sa’i, wukuf, mabit, lempar jumrah, dan thawaf wada’.
Macam-Macam Dam
Berdasarkan pelaksanaannya, dam terdiri dari dam tartib dan dam takhyir. Dam tartib adalah dam yang dilaksanakan dengan berurutan sesuai dengan urutan pelanggaran atau peninggalan kewajiban. Dam takhyir adalah dam yang boleh dibayarkan dengan memilih salah satu bentuk denda yang telah ditetapkan.
Berdasarkan sifat dan ketentuannya, dam terdiri dari dam taqdir dan dam ta’dil. Dam taqdir adalah dam yang telah diatur dan ditetapkan oleh syara’, seperti dam karena bercampur dengan istri sebelum tahallul pertama. Dam ta’dil adalah dam yang tidak ditentukan jumlah maupun nilainya, tetapi diserahkan kepada hakim atau pejabat yang berwenang, seperti dam karena membunuh binatang darat.
Pelaksanaan Dam
Pelaksanaan dam harus dilakukan di tanah haram, yaitu wilayah Mekkah dan sekitarnya yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dam harus dilakukan dengan niat, yaitu berniat untuk membayar denda karena pelanggaran atau peninggalan kewajiban haji. Dam harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syara’, yaitu menyembelih hewan, memberi makan orang miskin, atau berpuasa.
Jumlah dan jenis hewan yang harus disembelih untuk dam berbeda-beda tergantung pada jenis pelanggaran atau peninggalan kewajiban. Secara umum, ada tiga kategori dam berdasarkan hewan yang harus disembelih, yaitu:
- Dam seekor kambing, untuk pelanggaran atau peninggalan kewajiban yang ringan, seperti memakai wewangian, memotong kuku, atau mencukur rambut.
- Dam seekor sapi atau tujuh ekor kambing, untuk pelanggaran atau peninggalan kewajiban yang sedang, seperti tidak mabit di muzdalifah atau di mina, atau tidak melempar jumrah.
- Dam seekor unta atau seekor sapi dan enam ekor kambing, untuk pelanggaran atau peninggalan kewajiban yang berat, seperti bercampur dengan istri sebelum tahallul pertama, atau tidak melakukan thawaf wada’.
Jika jamaah haji tidak mampu menyembelih hewan, maka ia boleh membayar dam dengan memberi makan orang miskin. Jumlah makanan yang harus diberikan adalah sekitar 1,5 kg beras atau gandum untuk setiap orang miskin. Jumlah orang miskin yang harus diberi makan adalah sama dengan jumlah hewan yang harus disembelih.
Jika jamaah haji tidak mampu memberi makan orang miskin, maka ia boleh membayar dam dengan berpuasa. Jumlah hari yang harus dipuasa adalah sepuluh hari untuk setiap hewan yang harus disembelih. Tiga hari di antaranya harus dilakukan saat masih ihram, dan tujuh hari sisanya harus dilakukan setelah sampai di negeri tempat tinggalnya.
Kesimpulan
Dam adalah denda yang wajib dibayar oleh jamaah haji karena melanggar larangan haji atau meninggalkan kewajiban haji. Dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan ternak tertentu, memberi makan orang miskin, atau berpuasa. Dam terdiri dari berbagai macam berdasarkan pelaksanaan, sifat, dan ketentuannya. Pelaksanaan dam harus dilakukan di tanah haram, dengan niat, dan dengan cara yang sesuai dengan syara’. Dam merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam ibadah haji agar ibadah haji menjadi sah dan sempurna.