Ads - After Header

Badal Haji: Pengertian, Hukum, dan Ketentuan

Arsita Hemi Kusumastiwi

Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji seseorang yang diwakilkan atau dilakukan oleh orang lain karena suatu sebab tertentu, seperti sakit, renta (lansia), atau wafat. Badal haji merupakan salah satu bentuk kepedulian dan kebaikan seorang muslim terhadap saudaranya yang tidak mampu menunaikan rukun Islam kelima tersebut.

Hukum Badal Haji

Hukum badal haji adalah sah menurut syariat. Dalam sebuah hadis sahih, diceritakan ada seorang wanita dari Khats’am pernah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menjadi perwakilan orang tuanya dalam melaksanakan ibadah haji. Adapun Rasulullah SAW lantas membolehkan praktik badal haji tersebut. Terjemahan hadits itu adalah sebagai berikut:

“‘ Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji berlaku atas hamba-hamba Allah. Saya menjumpai bapak saya telah tua dan tidak mampu duduk di atas kendaraan. Apakah saya mengerjakan haji atas namanya?’ Rasulullah menjawab, ‘ya ,’” (Muttafaq alaih).

Ketentuan Badal Haji

Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai ketentuan orang yang dapat melaksanakan ibadah badal haji. Para ulama Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa seseorang boleh menjadi badal haji apabila sudah pernah melakukan haji bagi dirinya. Pendapat ini merujuk kepada sebuah hadits sebagai berikut:

“ Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi bertanya kembali: ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah, ” (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan lainnya dengan sanad shahih).

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menerangkan, jika ada orang yang belum berhaji tetapi melaksanakan badal haji, ibadah yang dikerjakannya tersebut menjadi untuk dirinya sendiri. Menurut Imam Nawawi, ketentuan tersebut sesuai dengan pendapat Ibnu Abbas Ra hingga Imam Ahmad.

BACA JUGA  Bagaimana Kalian Memahami Ketentuan Haji, Zakat, Wakaf

Di sisi lain, para ulama Mazhab Hanafi memperbolehkan orang yang belum pernah berhaji melaksanakan praktik badal haji. Pendapat Mazhab Hanafi tersebut berpedoman kepada unsur keumuman dalam hadits berikut:

" Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah SAW. Lalu, datang perempuan dari Khats’am [salah satu kabilah dari Yaman]. Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi SAW memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain [agar tidak melihatnya]. Lalu perempuan itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara.

Kesimpulan

Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji seseorang yang diwakilkan atau dilakukan oleh orang lain karena suatu sebab tertentu, seperti sakit, renta (lansia), atau wafat. Hukum badal haji adalah sah menurut syariat, namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai ketentuan orang yang dapat melaksanakan ibadah badal haji. Para ulama Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa seseorang boleh menjadi badal haji apabila sudah pernah melakukan haji bagi dirinya, sedangkan para ulama Mazhab Hanafi memperbolehkan orang yang belum pernah berhaji melaksanakan praktik badal haji. Badal haji merupakan salah satu bentuk kepedulian dan kebaikan seorang muslim terhadap saudaranya yang tidak mampu menunaikan rukun Islam kelima tersebut.

Also Read

Bagikan:

Tags

Leave a Comment

Ads - Before Footer