Ads - After Header

Peran Haji Miskin dalam Perang Padri

Arsita Hemi Kusumastiwi

Perang Padri adalah konflik bersenjata yang terjadi di Minangkabau, Sumatra, antara kaum reformis Islam, yang dikenal sebagai Padri, dan para pemimpin lokal yang dibantu oleh Belanda. Konflik ini berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838 dan memiliki latar belakang yang kompleks, termasuk masalah agama dan adat.

Latar Belakang Perang Padri

Perang Padri dimulai ketika tiga orang dari Minangkabau yang baru saja kembali dari Makkah setelah menunaikan haji, dikenal sebagai Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang, memulai gerakan pemurnian Islam di Minangkabau pada awal abad ke-19[1]. Mereka terinspirasi oleh ajaran sekte Wahhabi yang puritan dan berusaha untuk mereformasi praktik Islam di Minangkabau agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Peran Haji Miskin

Haji Miskin adalah salah satu ulama Minangkabau terkemuka dari Luhak Agam dan merupakan tokoh penting dalam Kaum Padri[3]. Ia bersama dua tokoh Padri lainnya, yaitu Haji Piobang dan Haji Sumanik, memimpin gerakan ini dengan tujuan untuk membersihkan praktik keagamaan dari unsur-unsur yang dianggap bid’ah atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Konflik dan Perlawanan

Konflik antara Kaum Padri dan pemimpin lokal yang berkuasa berdasarkan adat, atau hukum adat, memuncak menjadi perang. Kaum Padri, menggunakan Bondjol sebagai basis mereka, melancarkan perang gerilya terhadap para pemimpin lokal. Belanda, yang khawatir akan pengaruh kaum reformis Muslim ini, berpihak pada pemimpin lokal tetapi tidak dapat mengirim pasukan untuk menghancurkan Padri hingga berakhirnya Perang Jawa (1825–30).

Akhir Perang Padri

Perang berlanjut hingga tahun 1837, ketika Belanda berhasil merebut Bondjol. Tuanku Imam Bondjol, pemimpin Kaum Padri, menyerah kepada Belanda pada tahun 1832 tetapi segera memperbaharui pemberontakannya. Setelah perang yang panjang, Belanda akhirnya dapat mengendalikan Minangkabau, dan Tuanku Imam Bondjol ditangkap dan diasingkan ke Ambon pada tahun 1839, kemudian dipindahkan ke Manado hingga wafatnya pada 6 November 1864[2].

BACA JUGA  Bagaimana Cara Cek Keberangkatan Haji dengan Mudah dan Cepat?

Perang Padri tidak hanya merupakan perang terpanjang dalam sejarah Belanda tetapi juga menjadi catatan penting dalam perlawanan rakyat Minangkabau terhadap penjajah. Strategi perang gerilya yang didukung oleh kekuatan penuh dari masyarakat adat dan Padri dalam perang ini membuat pasukan Belanda kewalahan dan mengalami banyak korban[1].

Perang ini juga memungkinkan Belanda untuk memperluas kontrol mereka ke wilayah pedalaman Sumatra. Namun, semangat perlawanan dan keinginan untuk memurnikan praktik keagamaan yang dibawa oleh Haji Miskin dan rekan-rekannya tetap menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

Also Read

Bagikan:

Tags

Leave a Comment

Ads - Before Footer